Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden menuai kontroversi, mulai bekerja pada 20 Oktober 2024.
Untuk mengawal pemerintahannya, kami menerbitkan #PantauPrabowo edisi khusus yang berisi isu-isu penting hasil pemetaan kami dengan TCID Author Network. Edisi kali ini juga mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, serta memberikan dukungan kepada Prabowo-Gibran dalam menjalankan tugasnya.
Sejak 7 Oktober 2023, ketegangan di kawasan Timur Tengah meningkat akibat perang antara Poros Perlawanan – yang terdiri dari Republik Islam Iran, kelompok perlawanan Irak, Houthi, di Yaman, dan Hizbullah – melawan Israel.
Meski secara geografis berjauhan, Indonesia nampaknya perlu mulai memberikan perhatian lebih terhadap potensi meluasnya eskalasi konflik yang mungkin akan berdampak pada negara-negara sekutu bahkan di luar kawasan Timur Tengah. Membangun postur militer, termasuk keunggulan teknologi persenjataan, menjadi salah satu hal penting yang perlu dibenahi rezim Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Belajar dari operasi militer di Timur Tengah
Setidaknya ada dua hal krusial dalam perang yang terjadi di kawasan Timur Tengah yang bisa dipelajari Indonesia untuk memperkuat pertahanannya, yaitu mengenai teknologi perang dan fungsi intelijen.
Pertama, Poros Perlawanan dan Israel menggunakan teknologi peperangan terkini. Dalam penyerangan Operation True Promise 2 ke Israel misalnya, Iran mengaku menggunakan rudal hipersonik.
Meski banyak pihak yang meragukan klaim mengenai kemampuan hipersonik, faktanya sistem pertahanan anti balistik seperti David Sling, Arrow-2, dan Arrow-3 milik Israel tidak mampu menangkis ratusan rudal balistik Iran. Iran mengklaim bahwa sekitar 90% rudalnya dapat mencapai sasaran penting di Israel.
Kelompok non-negara seperti Houthi dan kelompok Perlawanan Islam di Irak juga memiliki kemampuan meluncurkan rudal balistik ke Israel. Selain rudal balistik, Poros Perlawanan menggunakan berbagai jenis drone – seperti Hudhud, Samad, Mirshad, dan Shaheed – yang mereka gunakan dalam pengintaian dan serangan terhadap Israel.
Iran, misalnya, menggunakan kombinasi rudal dan drone dalam Operasi True Promise 1. Selain itu, Hizbullah menggunakan drone Hudhud untuk fungsi pengintaian di Haifa, serta drone Shaheed atau Mirsad untuk menyerang sasaran militer di Israel. Menggunakan drone bunuh diri, Hizbullah berhasil menyasar markas Brigade Golani, menewaskan empat tentara Israel dan melukai puluhan lainnya.
Di sisi lain, Israel mengandalkan berbagai varian jet tempur dan drone untuk melancarkan serangan udara ke berbagai wilayah termasuk Gaza, Lebanon, Suriah bahkan Yaman. Israel menggunakan berbagai jenis bom, termasuk bom penembus bunker seperti GBU-31(v)3 yang menewaskan beberapa tokoh penting Poros Perlawanan.
Selain kemampuan serangan udara, Israel dilindungi oleh sistem pertahanan Iron Dome yang mampu menangkis sebagian besar rudal jarak pendek seperti yang diluncurkan Hamas dari Gaza dan Hizbullah dari Lebanon.
Kedua, fungsi intelijen penting dalam peperangan. Israel dikenal memiliki beragam unit intelijen dan mampu menggabungkan intelijen manusia, intelijen sinyal, dan intelijen penginderaan jauh untuk melacak dan menyerang sasarannya.
Misalnya, terdapat indikasi kuat adanya operasi intelijen Israel terhadap kelompok Hizbullah. Indikasinya terlihat dari keberhasilan Israel mengetahui strategi penggantian peralatan komunikasi Hizbullah, memasarkan pager, memasang bahan peledak di ribuan pager, dan sekaligus meledakkan pager yang menyasar anggota Hizbullah. Persiapan operasi semacam ini tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Sebuah papan reklame di Teheran menunjukkan rudal balistik Iran ditembakkan ke Israel. saeediex/Shutterstock
Indikasi lainnya adalah tewasnya beberapa tokoh penting Hizbullah dalam waktu dekat. Peristiwa ini menyiratkan bahwa Israel berhasil mengetahui posisi para petinggi Hizbullah, serta mengidentifikasi basis strategis mereka. Israel dapat menghitung lokasi markas Hizbullah dan menentukan jumlah serta jenis bom untuk menyerang markas Hizbullah.
Teknologi: faktor penting dalam peperangan
Keunggulan teknologi persenjataan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan postur militer. Teknologi perang seperti rudal balistik, jet tempur, drone, dan pertahanan udara dan rudal terintegrasi (IAMD) merupakan beberapa elemen krusial dalam perang masa kini.
Pihak yang mempunyai keterbatasan dalam teknologi persenjataan lebih rentan terhadap serangan dari pihak lain. Hal ini terlihat di Gaza, Lebanon, Suriah, dan Yaman yang kerap menjadi sasaran serangan udara musuh karena terbatasnya sistem pertahanan udara.
Dengan kekuatan udara yang unggul, jet tempur dan drone Israel telah berulang kali melakukan serangan di wilayah tersebut. Di sisi lain, keunggulan teknologi rudal balistik Iran membuat pertahanan udara Israel kesulitan menangkal serangan rudal balistik dari Iran.
Yang tidak kalah pentingnya adalah integrasi kemampuan militer dan kemampuan intelijen dalam peperangan. Pihak yang berhasil memaksimalkan kombinasi kecerdasan manusia, kecerdasan sinyal, dan kecerdasan penginderaan jauh berpeluang meraih keunggulan dalam pertempuran.
Kebutuhan untuk membangun alutsista
Konflik yang terjadi di Timur Tengah bisa menjadi peringatan bagi pemerintahan Prabowo untuk segera memperbarui teknologi militer sesuai perkembangan terkini.
Di bidang pertahanan misalnya, Indonesia sudah memiliki sistem pertahanan jarak pendek dan menengah seperti Mistral, Starstreak, dan NASAMS 2. Namun untuk mengantisipasi tren perang masa kini, nampaknya Indonesia juga perlu memikirkan pengadaan senjata anti-pesawat. -sistem pertahanan rudal balistik di masa depan.
Selain itu, dari perang ini Indonesia juga perlu belajar mengenai kemandirian industri dan teknologi militer. Misalnya kita bisa belajar dari Iran tentang perkembangan industri pertahanan. Pasalnya, meski Iran mendapat berbagai sanksi ekonomi dari Amerika Serikat (AS) dan mitranya, Iran bisa menciptakan kemandirian di bidang teknologi dan industri militer, khususnya produksi drone tempur dan rudal balistik.
Menariknya, dengan kemerdekaan ini, Iran bisa menciptakan efek jera yang kredibel terhadap Israel, meski Israel sendiri didukung oleh AS.
Selain itu, berbagai operasi militer dan intelijen antara pihak-pihak yang terlibat dalam perang antara Poros Perlawanan versus Israel patut menjadi pembelajaran bagi militer dan intelijen Indonesia.
Peralatan tempur TNI AD pada Pameran Alutsista yang digelar di salah satu mall di Denpasar, Bali. yoman Hendra Wibowo/Antara Foto
Sayangnya di Indonesia, institusi militer dan intelijen Indonesia kerap mendapat banyak kritik. Sebab, seringkali mereka fokus pada urusan dalam negeri di ranah sipil yang tidak terkait dengan urusan pertahanan, geopolitik internasional, atau urusan strategis.
Kecenderungan tersebut terlihat dari fenomena banyaknya prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil atau terlibat dalam kegiatan bisnis.
September 2023 lalu, mantan Presiden Joko “Jokowi” Widodo melontarkan pernyataan blunder bahwa partainya menggunakan intelijen untuk mencari informasi detail tentang partai politik. Kemudian pada Oktober 2024, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa intelijen seharusnya digunakan untuk memata-matai musuh negara, bukan lawan politik.
Mengantisipasi potensi perang yang meluas
Perang di Timur Tengah yang sebelumnya hanya terbatas antara Hamas dan Israel, kini melibatkan pihak lain seperti Hizbullah, Houthi, kelompok Perlawanan Irak, dan Republik Islam Iran. Bahkan, pasukan AS mulai bergerak ke perairan Mediterania untuk membantu Israel mengantisipasi serangan Iran. Tanpa manajemen krisis yang baik, bukan tidak mungkin perang ini akan meningkat menjadi perang dalam skala yang lebih besar.
Potensi eskalasi perang regional yang lebih luas dapat berdampak serius tidak hanya pada stabilitas keamanan regional, namun juga mengakibatkan krisis kemanusiaan yang lebih luas. Sejauh ini perang telah menimbulkan puluhan ribu korban jiwa dan gelombang pengungsian.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi potensi dampak jangka panjang dari perang ini dan mendorong langkah-langkah strategis untuk mengurangi ketegangan secara bertahap.