Tuesday, January 14, 2025
BerandaPolitikKeterampilan tinggi, perlindungan rendah: tantangan hukum bagi pekerja asing di Indonesia

Keterampilan tinggi, perlindungan rendah: tantangan hukum bagi pekerja asing di Indonesia

-

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden menuai kontroversi, akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.

Untuk mengawal pemerintahannya, kami menerbitkan #PantauPrabowo edisi khusus yang berisi isu-isu penting hasil pemetaan kami dengan TCID Author Network. Edisi kali ini juga mengulas 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, serta memberikan persiapan bagi Prabowo-Gibran dalam menjalankan tugasnya.

Pesatnya hilirisasi di Indonesia telah mendatangkan banyak tenaga kerja asing yang terampil. Namun perlindungan hukum terhadap mereka justru minim. Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris dan terjemahannya merupakan bagian dari seri #PantauPrabowo atas persetujuan penulis, sebagai catatan bagi Prabowo-Gibran yang berkomitmen melanjutkan program hilirisasi.

Negara-negara berkembang seperti Indonesia bergantung pada pekerja asing yang berketerampilan tinggi dan bergaji tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi. Sayangnya, perlindungan terhadap hak-hak hukum mereka seringkali diabaikan, sehingga berdampak tidak hanya pada produktivitas dan kesejahteraan mereka, namun juga berdampak pada citra Indonesia sebagai negara tujuan tenaga kerja asing.

Penelitian saya mengeksplorasi kelemahan lembaga-lembaga pasar tenaga kerja di Indonesia, seperti sistem penyelesaian perselisihan perburuhan nasional, yang menunjukkan bahwa mekanisme yang ada saat ini tidak memadai untuk melindungi hak-hak pekerja asing berketerampilan tinggi.

Temuan penelitian

Penelitian saya menemukan bahwa sistem penyelesaian perselisihan di tingkat nasional mempunyai banyak kelemahan, seperti lambatnya proses dan cenderung berpihak pada pengusaha. Hal ini membatasi kemampuan sistem untuk melindungi seluruh pekerja secara efektif. Bagi pekerja asing, perselisihan menjadi lebih rumit karena undang-undang imigrasi memperbolehkan majikan untuk membatalkan izin tinggal pekerja. Akibatnya, pemerintah kerap meminta pekerja asing meninggalkan Indonesia, padahal mereka dipecat secara tidak adil.

Mayoritas tenaga kerja asing yang terlibat berasal dari Asia Timur Laut (Tiongkok, Jepang dan Korea), yang umumnya terlibat dalam proyek-proyek investasi besar. Dengan program hilirisasi yang terus berjalan, jumlah TKA di Indonesia akan terus meningkat.

Pada tahun 2023, pemerintah Indonesia akan menerbitkan 168.048 izin kerja bagi tenaga kerja asing. Tujuan utamanya adalah Sulawesi Tengah (18.678), Jakarta (13.862), dan Jawa Barat (10.807). Pada Juli 2024, pemerintah telah menerbitkan izin kerja sebesar 14% lebih banyak dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Riset saya mencatat 92 perselisihan perburuhan yang melibatkan tenaga kerja asing pada tahun 2006 hingga 2022 diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial. Satu perselisihan tambahan telah diajukan pada tahun 2023, namun Pengadilan Hubungan Industrial belum menerbitkan keputusannya meskipun ada kewajiban hukum untuk melakukannya.

Penelitian saya juga didukung oleh 98 wawancara kualitatif dengan para pemangku kepentingan, seperti pembuat kebijakan, aktivis hak-hak pekerja, profesional hukum, dan pekerja asing lainnya, termasuk pasangan pekerja asing, pekerja jarak jauh, dan digital nomads.

Di banyak negara, jumlah perselisihan perburuhan yang tercatat hanyalah puncak gunung es, karena para pekerja sering kali lebih memilih untuk menyelesaikan perselisihan daripada menginvestasikan waktu, tenaga dan biaya untuk melawan perusahaan yang lebih kuat.

CC OLEH

Para pekerja asing yang mengajukan sengketa semuanya bekerja di perusahaan Indonesia, bukan perusahaan multinasional, dan berasal dari lebih dari 20 negara. Perselisihan ini tersebar di 13 yurisdiksi lokal, dan sebagian besar diprakarsai oleh pekerja, bukan pemberi kerja.

Dibuat dengan Berkembang

Perselisihan yang paling banyak terjadi adalah pemutusan hubungan kerja secara sepihak (87 kasus), diikuti pengunduran diri (4 kasus), dan 1 kasus yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 92 tuntutan, 83 tuntutan diajukan oleh pekerja, dan delapan tuntutan diajukan oleh pemberi kerja. Dalam satu kasus, pihak yang mengajukan gugatan tidak tercatat dalam putusan akhir.

Sewa pengacara swasta

Pengusaha seringkali menggunakan UU Imigrasi untuk melemahkan perlindungan UU Ketenagakerjaan. Sebab, pekerja asing hanya berhak mendapat perlindungan kerja jika memiliki izin tinggal yang sah, sedangkan pemberi kerja bisa memperpendek jangka waktu izin tinggalnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia lebih mengutamakan fleksibilitas pemberi kerja dibandingkan perlindungan pekerja asing.

Setidaknya dalam 92% kasus, pekerja asing menggunakan jasa pengacara swasta untuk mewakili mereka pada pertemuan dan sidang formal yang diwajibkan oleh Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang biayanya bisa sangat tinggi.

Seorang pekerja asing menyatakan:

“Saya selalu berpikir jika kami ingin bertahan, kami harus melakukan apa pun untuk membuat bos senang. Tidak peduli apa yang tercantum dalam kontrak kerja, mereka dapat meminta imigrasi untuk mengusir kami dalam waktu seminggu!”

Seorang mantan pejabat pemerintah yang terlibat dalam perumusan kebijakan mengenai pekerja asing terkejut mendengar hal ini, dan mengatakan:

“Saya pikir mereka bisa melindungi diri mereka sendiri karena gaji mereka jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata pekerja Indonesia.”

Menyewa pengacara swasta adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses penyelesaian perselisihan, karena mereka harus segera meninggalkan Indonesia setelah dipecat. Kurangnya hak hukum untuk tetap tinggal di Indonesia membuat sangat sulit, bahkan tidak mungkin, bagi pekerja asing untuk menangani perselisihan tanpa bantuan pengacara.

Mengatasi kegagalan institusional

Penggunaan pengacara swasta merupakan solusi institusional bagi sebagian besar tenaga kerja asing untuk dapat berpartisipasi dalam sistem penyelesaian perselisihan di Indonesia, seperti menghadiri pertemuan formal, mengisi dokumen, dan mengirimkan surat penting.

Untuk mengatasi kegagalan institusional ini, pemerintahan Prabowo Subianto memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam memperbaiki undang-undang dan kebijakan.

Pertama, reformasi hukum diperlukan untuk mengintegrasikan peraturan imigrasi dan ketenagakerjaan sehingga pekerja asing dapat mengakses proses hukum yang dirancang untuk melindungi hak-hak kerja mereka.

Setidaknya kebijakan harus direvisi agar pengusaha tidak bisa membatalkan izin tinggal pekerjanya, sehingga tidak harus meninggalkan Indonesia lebih awal.

Sebagai alternatif, Direktorat Jenderal Imigrasi dapat terus mengizinkan majikan untuk melakukan hal ini, namun memberikan visa tinggal sementara bagi pekerja yang terkena dampak, sehingga mereka dapat tetap berada di Indonesia untuk menyelesaikan proses hukum. Departemen Imigrasi Hong Kong menerapkan hal ini pada pekerja migran Indonesia.

Kedua, perlu adanya sistem pendukung yang lebih baik dan lebih responsif bagi pekerja asing. Badan-badan pemerintah yang bertanggung jawab menyelesaikan perselisihan perburuhan, seperti agen tenaga kerja lokal dan Pengadilan Hubungan Industrial, harus dilengkapi dengan sumber daya dan pelatihan yang memadai untuk menangani permasalahan pekerja garam. Dengan cara ini, ketergantungan TKA terhadap pengacara pribadi bisa dikurangi.

Kegagalan dalam melindungi hak kerja TKA berpotensi merusak citra Indonesia sebagai negara tujuan kerja. Hal ini juga dapat menghambat ambisi pemerintah untuk mengembangkan Ibu Kota Indonesia (IKN) dengan bantuan tenaga kerja asing, serta menggagalkan program hilirisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dari ekspor mineral mentah.

di sini bisa

disini bisa

Artikel terkait

Tetap Terhubung

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Postingan terbaru kami